Laman

Akuntansi

Manajemen Pemasaran

Resensi Buku

Wednesday, December 21, 2011

Resensi: Negeri Senja

Judul Buku: "Negeri Senja"

Pengarang: Seno Gumira Adjidarma
Penerbit: KPG (Kompas Populer Gramedia)
Tahun Terbit: Cetakan Pertama, Agustus 2003
Tempat Terbit: Jakarta
Genre: Roman
Peresensi: Akhyar Rusydi (10.12.042)

Hidupku penuh dengan kesedihan – karena itu aku selalu mengembara. Aku selalu berangkat, selalu pergi, selalu berada dalam perjalanan, menuju ke suatu tempat entah dimana, namun kesedihanku tidak pernah hilang. Kesedihan, ternyata, memang bukan sesuatu yang bisa ditinggalkan, karena kesedihan berada di dalam diri kita. Aku selalu mengira kalau melakukan perjalanan jauh maka kesedihan itu akan bisa hilang karena tertinggal jauh di belakang, tapi itu tidak pernah terjadi. Ada segaris luka dalam hatiku yang mendorong aku pergi jauh dari kampung halamanku dan sampai sekarang belum kembali.


Demikian paragraf pembuka dari Novel Negeri Senja. Berkisah tentang seorang pengembara yang telah berkeliling dunia dan akhirnya tiba di suatu negeri dimana mataharinya tak pernah terbenam. Negeri yang selalu berada dalam keadaan senja ini berada di tengah gurun pasir, yang keberadaannya tak diketahui dan tak dipercayai sebagian orang namun memang nyata adanya.
Dalam novel ini pengarang mengambil sudut pandang orang pertama, yaitu tokoh utama dari novel ini, sang pengembara yang hingga akhir kisah tak disebut namanya. Sang pengembara, kemudian memutuskan tinggal untuk sementara waktu di negeri tersebut untuk melengkapi catatannya tentang negeri yang dilingkupi warna keemasan itu. Dia menceritakan kisah-kisah perjalanannya dan interaksinya dengan penduduk negeri senja melalui surat kepada seseorang yang bernama Alina.

Negeri senja digambarkan sebagai negeri yang tertinggal, miskin, dan dipimpin seorang ratu tiran yang gemar menindas rakyatnya. Di negeri ini pengetahuan diberangus, setiap orang tak punya kebebasan menyampaikan pendapat, bahkan berpikir menyimpang, karena sang ratu bernama Tirani mampu membaca pikiran setiap orang. Berani melawan akan dibunuh.
Diceritakan dalam roman ini, ada sekelompok pemberontak berupaya menggulingkan kekuasaan mutlak sang ratu yang telah berlangsung ratusan tahun. Mereka awalnya terpecah-pecah tapi akhirnya menyatukan kekuatan untuk melawan sang pemimpin diktator, yang tak hanya kejam tapi juga sakti mandraguna dan mempunyai banyak prajurit dan pengawal setia. Mampukah para pemberontak itu?

Kekuatan Seno Gumira Adjidarma adalah dalam mendeskripsikan suasana, gambaran masyarakat, alam dan kebiasaan tingkah laku para penduduk negeri senja, pembantaian missal, terasa begitu mendetail. Dengan sudut pandang Aku, Seno terasa leluasa menjelajah setiap sudut kota, hingga ke tempat pelacuran, dan kita dapat turut merasakan pengalaman sang tokoh. Kemampuan Seno mengolah dan menggunakan kata-kata sehingga sulit ditemui repetisi di tiap kalimat membuat buku ini terasa enak dicerna.

Ciri khas Seno adalah novelnya yang sarat pesan dan kritik akan penguasa. Terasa sekali meski kisah ini mengambil setting di padang pasir, seperti suasana Indonesia zaman orde baru dulu ketika kebebasan dikungkung dan semua mesti diseragamkan.  Satu pesannya menarik dikutip,
“Betapa tak terberkahi hidup kecemasan, betapa tanpa rahmat hidup dalam kegelisahan. Setiap orang harus mampu menguak tempurung kegelapannya, setiap orang harus berjuang menguak ketakutannya”.

Satu hal yang agak mengganggu adalah setting waktu yang tak jelas dari novel ini. Sepintas kita dibawa ke masa lampau, dimana para musafir pengembara, pedagang, masih menjelajah dengan kuda dan unta. Demikian pula senjata pembunuh yang berupa pedang, kelewang, dan pisau. Namun kehadiran passport dan pos perbatasan, serta serangan bom bunuh diri begitu khas masa kini.

Novel yang begitu memanjakan imajinasi ini begitu menarik dibaca. Rasanya sungkan dan sayang berhenti di tengah-tengah cerita karena tiap babnya menawarkan kejutan-kejutan yang sering tak menyenangkan tapi menimbulkan penasaran. Peresensi merekomendasikan buku ini buat Anda yang gemar karya sastra berkualitas.

No comments: